Pernikahanmu, Bukan Aku!

Ketika kamu memilih dan salah memilih, bukan berarti kamu harus menilai negatif orang yang berjuang pada pilihannya.

Nadia Wahyu Savitri
5 min readJan 23, 2021
Photo by Jeremy Wong Weddings on Unsplash

Jadi ceritanya, kusebut saja orang ini Tina, sedang berusaha melawan egonya sendiri pada pernikahannya. Pernikahannya bisa dilihat dari cuitan sosial medianya kacau balau. Bertahan hanya karena anak dan masih ‘ada’ nya orang tua.

Dan ada satu orang lagi bernama Adel. Berusaha merajut mimpi untuk mewujudkan pernikahannya yang terhalang pandemi. Bersabar, ia terus berdoa dan berpikir positif tentang pernikahan. Melalui cuitan sosial medianya pun ia berusaha memberikan ‘reminder’ pada dirinya untuk dibaca kelak.

Sebenarnya apa sih arti pernikahan? Mengapa ada orang yang menguburkan sesuatu yang positif dari pernikahan hanya karena pernikahannya sendiri berantakan? Padahal belum tentu Adel mengalami hal yang sama dengan Tina bukan?

Permasalahan pada setiap pernikahan tentu saja ada. Mana mungkin tidak ada. Ada atau tidak ada cinta di dalamnya tentu saja akan memunculkan sedikit masalah kelak. Namun, yang harus dipahami adalah bagaimana kita sebagai pasangan yang belum menikah memikirkan baik-baik keadaan pasangan dan diri kita sendiri bukan?

Photo by Octavio Fossatti on Unsplash

Oke, flash back pada perjumpaan pertama kalian sebagai pasangan. Tentu saja kita berkenalan terlebih dahulu bukan? Walau banyak yang bilang saat pacaran itu pasti banyak jaim-nya atau banyak hal yang disembunyikan, tak ada salahnya kita bertanya tentang sifat pasangan kita kepada orang terdekatnya.

Hal ini memberikan gambaran bagaimana sifat ‘asli’ pasangan saat belum menikah. Cari tahu saat bagaimana dia bersikap saat di rumah, lingkup pertemanannya, lingkup pekerjaannya. Saat perkenalan, saatnya jadi detektif swasta. Bukan untuk membuat takut pasangan, tapi agar kita tahu siapa yang kita hadapi dan akan dijadikan ‘teman hidup’ selamanya.

Kedua, hubungan yang dilandasi komitmen jangka panjang seperti pernikahan tentu tak akan berakhir dalam satu malam. Lihat kembali komitmen Anda berumahtangga untuk apa? Apakah tujuan kalian menikah?

Ketiga, bagaimana Anda dan pasangan berkomunikasi dalam menyelesaikan masalah. Seharusnya keterbukaan emosional sudah Anda buka lebar-lebar di depan calon Anda. Komunikasikan pada pasangan seperti apa keinginan Anda dan pasangan dalam menyelesaikan konflik, apa yang bisa membuat Anda dan si Dia kembali ceria setelah melalui jurang emosi yang dalam, bagaimana tone suara Anda dan pasangan, dan banyak lainnya yang patut dikomunikasikan.

Tentunya, hal ini untuk mempermudah Anda dan pasangan mengambil solusi atas masalah-masalah yang nanti timbul. Ketika komunikasi Anda dengan si Dia sudah tak berfungsi, jangan tinggal diam. Carilah bantuan, perubahan, atau pernikahan Anda berada dalam jurang kehancuran.

Perlu digarisbawahi, Anda ataupun pasangan Anda bukanlah cenayang yang dapat membaca pikiran masing-masing. Pentingnya berkomunikasi akan mempermudah segalanya. Namun, bila Anda membutuhkan waktu untuk tenang, tetap komunikasikan pada pasangan Anda agar mereka memberikan Anda waktu untuk ‘bernapas’ sejenak.

Tiap orang tentu memiliki batas kesabaran. Nah, di sini peran ‘bernapas’ bekerja. Hal ini berguna agar Anda dapat berpikir lebih jernih dalam mengambil tindakan atau keputusan. Bahaya bukan, jika Anda mengambil keputusan yang salah hanya karena emosi dan Anda akan menyesal?

Keempat, carilah kegiatan yang bisa mempererat kasih sayang Anda dan pasangan. Sedikit sex di pagi hari atau makan malam romantis bisa dijadikan alternatif Anda untuk mencairkan suasana. Berilah kejutan-kejutan kecil untuk kebahagiaan Anda dan pasangan.

Bila sempat lakukan kegiatan yang kalian berdua sukai. Jalan-jalan atau hanya sekedar masak bersama dapat menjadi bumbu yang menghangatkan pernikahan kalian.

Photo by Christin Hume on Unsplash

Kembali lagi pada kasus Adel dan Tina. Terkadang, kita sebagai manusia melupakan esensi sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial. Hal ini tentu saja termasuk komunikasi di dalamnya. Jangan sampai Anda terlalu ‘bahagia’ bila pasangan Anda sedang dikirim jauh untuk sebuah pekerjaan saat pernikahan Anda sudah meredup. Anak tentu saja, adalah hal yang paling dirugikan bila Anda dan pasangan berpisah. Apalagi bila saat berpisah tidak dengan kedewasaan untuk meredam ego Anda berdua.

Tina, tentu saja di satu sisi, keberatan dengan sikap suaminya tanpa berniat bicara dari hati ke hati. Memposting segala permasalahan rumah tangga adalah suatu kesalahan besar dimana celah perceraian bisa masuk untuk menggantikan kelakuan ‘minus’ pasangan Anda. Seharusnya permasalahan ini tidak perlu diumbar ke sosial media hanya karena Anda terlampau kesal dengan suami Anda. Tina salah satu contoh, seorang istri yang memenangkan egonya sendiri di atas pernikahannya. Tak hanya sampai di situ, Ia pun ‘nyinyir’ tentang usaha Adel untuk menikah dengan menyamaratakan pengalaman pernikahannya dengan apa yang akan terjadi bila Adel menikah nanti. Padahal tingkat kedewasaan masing-masing pasangan sudah berbeda.

Adel, di sisi lainnya, berusaha yang terbaik untuk memperjuangkan agar bisa menikah. Dengan keyakinan yang penuh atas calon suaminya, Adel percaya pernikahan mereka bisa dilalui dengan baik tanpa badai yang terlalu berarti. Adel tidak pernah mengumbar keburukan calon pasangannya dan selalu berusaha mengomunikasikan dengan sang calon, apa yang Ia suka dan tidak suka sejak awal. Berbagai keterbukaan dan bagaimana cara mengatasi emosi Adel yang kadang ‘moody’ dilontarkan Adel untuk mencegah konflik yang berkepanjangan.

Keluarga besar Tina tentu saja mencium ‘gelagat buruk’ pernikahan Tina dan suaminya. Namun, memilih bungkam dan tidak ikut campur. Keluarga besar Adel, percaya bahwa calon suami Adel adalah pria yang mampu menjaga hati Adel dan nama baik keluarganya. Keduanya memiliki pandangan sendiri. Tentu saja, berpengaruh kepada pernikahan masing-masing.

Pesan moralnya, jangan mendikte apa yang akan terjadi pada pernikahan seseorang (seperti meramalkan) hanya karena Anda merasa salah memilih pasangan dalam pernikahan Anda. Tina, seharusnya belajar merawat pernikahannya, menjaga martabat keluarga kecilnya daripada membuka permasalahannya di sosial media, dan fokus pada tujuannya menikah. Adel, sebagai calon istri juga harus memupuk kepercayaan yang penuh pada suaminya agar tidak merasa salah langkah seperti Tina.

Permasalahan itu ada untuk dikomunikasikan, diselesaikan, dan menilai sejauh mana kedewasaan kita terhadap pilihan yang kita pilih. Bukan untuk diumbar ke ruang publik dan menciptakan ‘kesalahan fatal’ lainnya yang mungkin akan disesali. Tenangkan pikiran, berdoa, dan usahakan agar terselesaikan dengan baik.

--

--